DIANNANDA

TIME


DICTIONARY

LONGMAN

WIKIPEDIA

Search Wikipedia:

STATS

EXTRA

BASKET BALL BADMINTON FUTSAL TABLE TENNIS TAEKWONDO CHOIR COMPUTER CLUB ENGLISH CLUB MATH CLUB SCIENCE CLUB BOY SCOUT

Indonesia Raya Berkumandang

Lagu Indonesia Raya berkumandang di Danau Zengcheng, arena pertandingan cabang perahu naga, setelah 20 atlet Indonesia menerima pengalungan medali emas dari nomor 1.000 meter putra, Kamis (18/11).

Bendera Merah Putih berkibar dua kali di dermaga Danau Zengcheng sekitar pukul 12.30 waktu setempat, beberapa saat setelah 20 atlet Tim Indonesia mendapat pengalungan medali emas atas perjuangan mereka setengah jam sebelumnya.

Merah Putih juga berkibat sekitar setengah jam kemudian saat tim putri perahu naga Indonesia menerima pengalungan medali perak setelah finis di tempat kedua nomor 1.000 meter.

Indonesia meraih emas pertama Asian Games 2010, dari nomor yang pertama kali dipertandingkan pada event olahraga negara-negara se-Asia itu. Penantian Indonesia-pun akhirnya berakhir setelah emas pertama berhasil direbut tim dayung putra.

Pada cabang perahu naga itu, Indonesia juga berpeluang mendulang emas berikutnya karena masih akan bertanding untuk nomor 500 meter putra dan putri serta 250 meter putra dan putri. Medali perak diraih oleh Myanmar dan perunggu oleh Korea Selatan. Pada nomor itu, Indonesia berhasil mempecundangi tuan rumah China yang lebih diunggulkan.

Pada bagian putri, Farida dkk terpaksa harus mengakui keunggulan China sehingga harus puas dengan medali perak setelah finis di peringkat kedua dengan catatan waktu empat menit, 14,590 detik. Cina meraih emas dengan catatan wkatu tercepat 4:03.706 dan perunggu diraih Thailand dengan waktu 4:18.292.

Suka cita melanda kubu Indonesia yang langsung merayakan keberhasilan itu seusai pengalungan medali emas. "Bersyukur kami bisa meraih medali emas di Asian Games, hari ini benar-benar istimewa karena bisa meraih emas pertama bagi Indonesia dan juga emas pertama Asian Games di nomor perahu naga," kata Jefry Siregar, salah seorang pedayung perahu naga Indonesia.

Seusai menerima medali emas, para atlet Indonesia yang mengenakan kostum putih garis merah tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. Mereka saling berangkulan dan mengucapkan selamat. "Ini benar-benar luar biasa, emas kami untuk rakyat Indonesia," kata Abdul Azis, "driver" tim perahu Naga Indonesia kepada Antara.

Mereka mengaku lega telah memberikan emas pertama bagi Indonesia. Keberhasilan perahu naga meraih medali bukan kejutan karena memang sudah ditargetkan sejak awal. Sukses putra Indonesia di Asian Games 2010 ini merupakan raihan tertinggi selama ini yang dibukukan oleh tim Indonesia. Padahal sebelumnya tim putri justeru memiliki rekor menyapu bersih Asian Beach Games 2008 di Bali.

Read More......

Indonesia Akhirnya Dapat Emas

Kontingen Indonesia meraih medali emas pertama Asian Games 2010 dari cabang dayung perahu naga nomor 1.000 meter putra di Dragon Boat Lake, Zengcheng, Cina, Kamis (17/11).

Medali emas itu mengakhiri penantian panjang kontingen dan bangsa Indonesia untuk meraih medali emas Asian Games.

Dengan emas pertama tersebut, kini Indonesia mengumpulkan perolehan medali 1 emas, 2 perak, dan 8 perunggu dan kemungkinan akan naik dari posisi 17 ke 12 menggeser Makau apabila negara ini tidak juga meraih emas. Read More......

Sedih...Lirih...Pedih...

KOMPAS.com — Erupsi Gunung Merapi meluluhlantakkan sejumlah dusun di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ribuan orang kehilangan rumah dan kampung halaman. Tak ada lagi yang tersisa, kecuali pertanyaan ke mana harus memulai hidup setelah ini.
Saya tetap ingin kembali ke desa saya. Bagaimanapun, saya orang "ndeso".

Cangkringan sebelum erupsi Merapi adalah kawasan pegunungan yang asri, masyarakatnya masih teguh merawat nilai-nilai kultural Jawa. Salah satunya diwakili juru kunci Merapi, Mbah Maridjan, yang tewas dalam erupsi 26 Oktober lalu.

Saat ini, gambaran kehancuran Cangkringan bisa dilihat dalam sejumlah tayangan media. Kampung Kinahrejo di Desa Pelemsari, Umbulharjo, tempat tinggal Mbah Maridjan, misalnya, kini tak bisa lagi dikenali. Kampung yang dulunya hijau dan riuh dengan kehidupan itu tidak menyisakan apa pun kecuali puing rumah dan gundukan material vulkanik segersang gurun.

Berjarak 4 kilometer-5 kilometer dari Puncak Merapi, Kinahrejo merupakan korban pertama yang terkena terjangan langsung lahar dan awan panas Gunung Merapi pada erupsi pertama, 26 Oktober. Nasib yang sama dialami Dusun Kaliadem dan Kalitengah Lor.

Sejumlah permukiman lain di sepanjang Kali Gendol menyusul dalam rangkaian erupsi hingga Jumat 4 November. Dusun Bronggang, Ngancar, dan Ngepring remuk dalam sekejap akibat gulungan lahar dan awan panas Merapi. Nyaris tak terbayangkan bagaimana kehidupan harus dimulai lagi di tempat itu.

Melihat kehancuran itu, wajar apabila penduduk yang kehilangan rumah dan segala harta benda pun merasa gamang bagaimana harus menata hidupnya kembali. Mereka terimpit antara ketakutan erupsi Merapi dan keinginan tidak tercerabut dari kampung halaman.

”Saya tetap ingin kembali ke desa saya. Bagaimanapun, saya orang ndeso. Di sana paling tidak saya bisa cari makan dari kambing, sapi, dan kebun. Di tempat lain, saya mungkin tidak tahu harus bagaimana,” tutur Widi Sutrisno (55), warga Pangukrejo, Umbulharjo, Cangkringan, yang mengungsi sejak tanggal 26 Oktober.

Kepala Desa Kepuharjo Heri Suprapto mengatakan, warga dan perangkat Desa Kepuharjo lebih berminat pada konsep relokasi lokal, yaitu pindah dari tempat rawan bahaya, tetapi tetap di satu desa. ”Soalnya, di desa kami tidak semua habis. Hanya permukiman di sekitar aliran Kali Gendol yang hancur. Jadi, masih ada daerah-daerah yang aman huni,” kata dia.

Untuk itu, kata Heri, penduduk sangat membutuhkan bantuan pemerintah dalam memetakan daerah aman huni di desa mereka. Kehancuran yang demikian berat di desa itu membuat sejumlah warga Kepuharjo tak ingin menempati lokasi rumah lama mereka. Heri sendiri kehilangan rumah dan semua ternak sapi perahnya.

Pada erupsi 4 November sekitar 4.000 sapi di desa itu mati terlanda awan dan lahar panas. Seorang warga desa itu, Sokiran (46), diduga bunuh diri ke sungai di dekat tempat pengungsiannya di Stadion Maguwoharjo, Sleman, karena kehilangan seluruh harta bendanya.

Daerah terlarang

Untuk mengurangi risiko erupsi Merapi ke depan, pakar pengurangan risiko bencana yang juga pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sudibyakto, merekomendasikan agar kawasan yang terdampak langsung erupsi Merapi tahun 2010 ditetapkan sebagai daerah terlarang dan dikosongkan total dari hunian warga. ”Tempat itu terlalu berbahaya untuk dihuni, tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk pertanian penduduk. Jadi, permukiman penduduk bisa dipindah beberapa kilometer ke bawah,” papar dia.

Penduduk dari daerah itu perlu diberi hunian baru di lokasi yang aman. Lahan-lahan kosong ataupun lahan milik Sultan di kawasan itu bisa menjadi alternatif areal relokasi penduduk.

Meskipun demikian, ujar Sudibyakto, relokasi harus tetap memerhatikan keinginan warga. ”Perencanaan tata ruang harus melibatkan warga. Jangan hanya top down.”

Menurut peneliti senior Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu, revisi penataan ruang kawasan Merapi harus dibuat karena meluasnya pola sebaran material erupsi Merapi tahun ini. Salah satunya adalah perluasan kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi hingga mencakup semua daerah yang terdampak langsung erupsi Merapi 2010.

Daerah KRB III hasil revisi inilah yang nantinya harus ditetapkan sebagai daerah terlarang dan dikosongkan dari hunian penduduk. Berdasarkan data, saat ini terdapat 6.242 kepala keluarga tinggal di KRB III lama yang meliputi 23 dusun di tiga kecamatan di Sleman.

Selama ini pertumbuhan penduduk di kawasan Merapi dinilai cenderung tak terkendali. Selama 1995-2005, pertumbuhan penduduk di sana mencapai 2,7 persen, jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk nasional. Selain itu, tidak ada pembatasan pembangunan infrastruktur sehingga memungkinkan munculnya wahana rekreasi dan olahraga di kawasan berisiko tinggi itu. Dari pengungsi, hampir 40 persen adalah kelompok rentan, seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan menyusui, serta manusia lanjut usia.

Sudibyakto mengatakan, ke depan, pemerintah perlu memandang kawasan Merapi secara khusus saat membuat tata ruang berbasis risiko bencana. Hal ini berarti pemerintah daerah harus tegas mengatur pembangunan di daerah terlarang tersebut, termasuk membatasi infrastruktur, seperti jalan, listrik, air, dan sarana umum.

(IRENE SARWINDANINGRUM) Read More......

Mendesak, Pendidikan Kebencanaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya korban jiwa dalam setiap bencana di Tanah Air semestinya mendorong pemerintah untuk segera menerapkan pendidikan kebencanaan. Tanpa pendidikan kebencanaan, anak-anak akan tercerabut dari lingkungannya dan korban akan terus berjatuhan.
Ketika belajar soal gunung berapi, misalnya, sekolah di Yogyakarta dan sekitarnya mesti diberi pemahaman mendalam, termasuk mengantisipasi jika meletus dan bagaimana membantu pascabencana.
-- S Hamid Hasan

”Masyarakat harus disadarkan bahwa mereka hidup di lingkungan alam yang rawan bencana alam, seperti gempa, letusan gunung api, tsunami, dan tanah longsor. Cara paling efektif untuk menyadarkan itu adalah melalui pendidikan sejak usia dini,” kata S Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia, Rabu (3/11/2010) di Jakarta.

Menurut Hamid, hal-hal yang bersifat lokal mesti diperkuat dalam pembelajaran di kelas. Dalam pengenalan soal alam Indonesia, misalnya, pembelajaran untuk anak-anak yang berada di daerah rawan gempa mesti berangkat dari pengenalan yang mendalam soal daerahnya.

”Ketika belajar soal gunung berapi, misalnya, sekolah di Yogyakarta dan sekitarnya mesti diberi pemahaman yang mendalam, termasuk juga bagaimana mengantisipasi jika meletus dan bagaimana membantu pascabencana,” kata Hamid.

Kurikulum pendidikan kita, menurut Hamid, mesti diimplementasikan dalam materi pelajaran yang dekat dengan lingkungan si anak. Kemudian, meluas ke masalah yang lebih umum.

Lendo Novo, pemerhati pendidikan lingkungan yang juga penggagas sekolah alam, mengatakan, pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia seharusnya mengajarkan anak-anak didik untuk hidup harmonis bersama alam. Dengan pengetahuan lingkungan yang kuat, anak-anak Indonesia akan mampu memanfaatkan potensi alam untuk kesejahteraan serta menjaga alam sebaik-baiknya guna mencegah terjadinya bencana atau kerugian yang lebih besar dari fenomena alam.

”Di tengah banyaknya bencana alam yang terjadi, memang pendidikan kebencanaan mutlak diperkuat di sekolah-sekolah sejak dini. Tetapi, kunci utama dari persoalan ini sebenarnya bagaimana kurikulum dalam pendidikan kita itu memiliki roh utama tentang lingkungan,” katanya.

Siapkan modul

Secara terpisah, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, untuk mengurangi risiko bencana di daerah-daerah rawan bencana, pengetahuan pengurangan risiko bencana telah diintegrasikan ke dalam kurikulum.

”Segala macam informasi mengenai pendidikan kesiapsiagaan bencana itu telah dituangkan dalam modul-modul yang disusun Kementerian Pendidikan Nasional, guru, dan lembaga-lembaga nonpemerintah internasional.” kata Fasli Jalal.

Di dalam modul-modul pendidikan kesiapsiagaan bencana tersebut, menurut Fasli, juga diatur mengenai cara-cara melakukan sosialisasi tanggap bencana, antara lain melalui poster dan brosur yang dipasang dan dibagikan di sekolah-sekolah.

”Semua sudah dibuatkan dan tinggal diperbanyak saja,” ujarnya.

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Suyanto menambahkan, modul-modul mengenai pengetahuan kesiapsiagaan bencana itu memang sudah ada, tetapi informasi yang ada tidak terlalu rinci karena kondisi dan kebutuhan setiap daerah yang berbeda. (ELN/LUK) Read More......

NAVIGATION BAR